Senin, 15 Desember 2014



Filsafat Sejarah menurut George Willem Fredrich Hegel

(Diajukan sebagai tugas mata kuliah Filsafat Sejarah kelas B)



oleh :
Adam Adi Purbaningrat (1302 1030 2063)







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Georg Wilhelm Friederick Hegel atau biasa dikenal dengan Hegel lahir di stuttgart  pada tahun 1770 saat era keemasan bangsa jerman. Ketertarikanya pada penulis- penulis Yunani, plato dan Aristoteles yang membawanya untuk menekuni teologi di sekolah Tubingen pada usia 18 tahun. Di tempat ini juga ia menaruh perhatian pada hubungan antara filsafat dan teologi yang menjadi embrio dari Pemikiran Hegel di kemudian hari.
Pemikiran Hegel lebih menekankan pada hubungan filsafat sejarah yang mana ia banyak mengkaji tentang berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya ’realitas mutlak’ atau ruh mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan. Sehingga sangat mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global.hal ini terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan pertentangan didalam sejarah sehingga dapat mengalahkan dalil-dalil yang bersifat statis.
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari kata-kata sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual.
Filsafat Hegel dikenal sebagai salah satu Filsafat yang sulit dipahami dan di mengerti karena Hegel menggunakan Istilah-istilah yang terlalu teknis dan terkesan ekstrem. Disamping itu, Hegel senang mengunakan hal-hal yang paradoks. Hegel yakin bahwa paradoks adalah  hukum realitas, sebagaimana hukum pemikiran. Ambisi Hegel adalah menyusun suatu sistem filsafat sintesis. Kalau Aristoteles boleh disebut sebagai filusuf yang berhasil menyintesiskan pemikiran-pemikiran Yunani dan Thomas Aqinas melalui Summa Teologica nya yang berhasil menyatukan pengetahuan abad pertengahan, maka Hegel berusaha pula menyatukan Ilmu dan Filsafat abad XIX.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Bagaimana biografi George Willem Frederich Hegel itu ?
  2. Bagaimana filsafat sejarah menurut Hegel ?

1.3  Tujuan
1.Untuk pemenuhan tugas mata kuliah Filsafat Sejarah.
2.Untuk mengetahui biografi serta pandangan Hegel mengenai filsafat sejarah.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi G.W.F. Hegel
            Hegel memiliki nama lengkap George Wilhem Frederich Hegel. Ia lahir tanggal 27 Agustus  1770 di Stuttgart, dan meninggal pada tanggal 14 November 1831. Di masa kecilnya, ia sering membaca literatur, surat kabar, esai filsafat, dan tulisan-tulisan tentang berbagai topik lainnya. Masa kanak-kanaknya yang rajin membaca  mungkin disebabkan oleh ibunya yang luar biasa progresif dan aktif mengasuh perkembangan intelektual anak-anaknya. Keluarga Hegel adalah sebuah keluarga kelas menengah yang mapan di Stuttgart. Ayahnya seorang pegawai negeri dalam administrasi pemerintahan diWürttemberg. Hegel adalah seorang anak yang sakit-sakitan dan hampir meninggal dunia karena cacar sebelum mencapai usia enam tahun.
            Memasuki masa mudanya Hegel menempuh Pendidikan filsafat dan teologi di Universitas Tubingen. Waktu itu di Universitas ini ada dua pemikir yang dikenal sebagai tokoh gerakan romantisme, yaitu Frederich Hordelrin dan Schelling. Memalui kedua tokoh inilah Hegel sangat berantusias mendiskusikan Filsafat Rousseau, Schiller, dan Kant. Dari Tubingen pindah ke Swittzerland dan kemudian memperdalam ilmu filsafatnya lagi di Frankfrut.
Karena itu Hegel merupakan Filosof Idealis berlatar belakang teolog. Karir akademik Hegel dimulai tahun 1801 yakni sebagai tenaga pengajar pada universitas Jerla. Disinilah ia memulai babak baru dalam bersentuhan dengan filsafat secara intens. Pada tahap awal di universitas ini ,ia masih dalam banyang-bayang nama besar Fitche dan Schelling yang saat itu sudah sangat terkenal sebagai seorang Filusuf dan sudah menghasilkan karya yang ber judul “Difference between  The Philosophical Systems Of Fitche and Schelling”.

Namun berkat kerja kerasnya Hegel dapat mempertegas jadi dirinya sebagai Filusuf Independen yang jelas perbedaannya dengan Schelling, lewat keberhasilan Hegel menulis sebuah karya yang diterbitkan dalam buku yang berjudul “ The Phonomenology of Spirit” pada tahun 1907. Karier akademiknya juga menanjak setelah diangkat menjadi Profesor tahun 1818 dan mengeser peran Scelling yang dulunya adalah Profesor di berlin.

Kesibukan dalam dunia akademik setelah diangkat menjadi seorang Profesor tidak mengurangi produktivitasnya dalam bidang keilmuan. Terbukti Hegel masih mampu menulis dan menerbitkan beberpaka karyanya yang terkenal di antaranya “The Encyclopedia Of Philosophical Science (1817)”, “Aesthetics : The Pilosophy Of History, The Science Of Logic (1812-1816), “The Pilosophy Of Right and Law (1821), “The History Of Pilosophy dan Politik Essays.

Hegel meninggal tanggal 14 November 1831 kerena terkena penyakit Kolera. Pada masa itu pengaruh dari pemikiran Hegel meluas keseluruh penjuru Jerman dan menepati posisi puncak dalam dunia filsafat jerman. pengaruhnya didapat berkat pembuktian dan pengabdianya yang tanpa kompromi untuk memurnikan pemikiran, yang dipadu dengan kemampuanya menyusun ruang lingkup dan jalan dialetikanya.

2.2    Filsafat Sejarah  menurut Hegel
            George Wilhelm Friedrich Hegel adalah seorang tokoh besar dalam idealisme Jerman. Ia merupakan salah satu tokoh filsafat spekulatif yang terkenal. Ia belajar filsafat dan teologi di Tubingen. Kemudian ia menjadi seorang dosen pribadi di Jena. Setelah itu baru ia menjadi dosen filsafat. Pada saat Jena dikuasai oleh Napoleon dalam pertempuran di Jena itu, Hegel pergi ke Nuremberg. Sehari sebelum pertempuran di Jena, ia menyatakan bahwa ia telah menyelesaikan karyanya yang berjudul “Phenomenology of Mind”. Setelah itu ia menjadi profesor di Heidelberg (1816-1818) dan kemudian pindah ke berlin sampai ia meninggal.
            Dalam kehidupan masa mudanya, ia tertarik dengan “mistisisme” dan pandangannya sedikit banyak sebagai intelektualisasi terhadap apa yang mulanya tampak pada wawasan mistik. Dari minat awalnya terhadap mistisisme, ia mempertahankan keyakinan kepada ketidaknyataan bagian dunia dalam pandangannya, bukan kumpulan unit keras entah atom atau jiwa yang masing-masing berdiri sendiri. Kemandirian benda yang terbatas dan tampak jelas itu dianggapnya sebagai sebuah ilusi, dia berkata “tiada yang sungguh nyata kecuali “keseluruhan”, bukan sebgai substansi sederhana melainkan sebagai sejenis sistem rumit yang sebaiknya disebut organisme. Benda-benda di dunia ini yang tampak jelas terpisah yang menyusun dunia ini bukanlah sekedar ilusi, melainkan masing masing memiliki tingkat realitas yang lebih besar atau lebih kecil dan realitas tersebut tercapai lantaran suatu aspek dari “keseluruhan” yang akan terlihat jika dipandang dengan benar.
            Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional dan yang rasional adalah yang nyata. Tetapi ketika ia mengatakan hal ini ia tidak memaksudkan “yang nyata” itu sebagai apa yang menurut para empirisis dipandang nyata. Ia mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi empirisis terlihat sebagai fakta baginya adalah tidak rasional, baru ketika karakter yang terlihat pada fakta itu dijelmakan dengan memandang karakter-karakter itu sebagai aspek-aspek dari keseluruhan barulah fakta itu terlihat rasional. Meskipun begitu, identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tetntu menimbulkan beberapa kepuasan yang tak bisa dipisahkan dari keyakinan bahwa”apa saja yang berada adalah yang benar”. “keseluruhan” itu, dengan segala kerumitannya, oleh Hegel disebut “yang Mutlak”. Terdapat dua hal yang membedakan Hegel berebeda dengan orang-orang yang memiliki pandangan metafisis yang kurang lebih mirip dengannya. Salah satunya adalah penekanannya pada logika atau akal, Hegel memandang bahwa hakikat realitas bisa dideduksi dari pertimbangan tunggal bahwa realitas seharusnya tidak kontradiktif diri. Kemudian corak pembeda lainnya adalah gerakan tri tunggal yang disebut “dialektik”.
            Berikut ini merupakan pembahasan mengenai tiga pertanyaan khusus dalam filsafat spekulatif yaitu tentang irama atau pola gerak sejarah kemudian tentang motor penggerak sejarah itu serta yang terahir yaitu tentang tujuan dari proses sejarah itu. Tentunya pembahasan dibawah ini berdasarkan filsafat dari George Wilhelm Friedrich Hegel.

a)             Pola atau Irama sejarah menurut Hegel
            Dalam filsafat sejarah Hegel, ia mengemukakan bahwa proses sejarah merupakan suatu perwujudan dari akal. Dalam filsafatnya, Hegel mengemukakan tentang “dialektisitas” atau skema dialektis yang kemudian dapat kita simpulkan sebagai pola atau irama gerak sejarah menurut Hegel ini sendiri.
            Dialektika atau dialektis merupakan susunan logis yang menunjukkan bagaimana dalam perkembangan proses sejarah itu identifikasi diri roh atau budi terjadi. Dialektika Hegel bukanlah suatu dialektika yang terwujud dalam ungkapan-ungkapan melainkan dalam pengertian konsep-konsep sebagai sarana yang membantu kita bila berbicara mengenai kenyataan. Dasar dari dialektika Hegel ini ialah penyangkalan dari setiap penegasan, yaitu setiap kali kita mengatakan sesuatu mengenai sebuah hal, kita sekaligus mengatakan barang itu bukan ini atau itu misalnya saja “mesin tik ini adalah alat untuk mengetik huruf huruf, jadi bukan alat untuk menghitung”. Gagasan ini diterapkan Hegel pada konsep konsep seperti contoh tersebut. Setiap konsep menimbulkan konsep yang berlawanan, setiap pengertian seolah olah tercermin dalam lawannya. Kunci dari dialektika Hegel ini adalah ialah konsep itu memperhalus pengertian mengenai dirinya karena bercermin pada Anderseinnya dan dengan demikian konsep yang pertama itu dapat diperbaiki. Hegel dalam dialektikanya selalu secara positif berbicara mengenai negasi atau penyangkalan, sedangkan kepositifan sebaliknya menunjukkan tak adanya perkembangan, kemandegan menjadi beku dan fosil (Ankersmit, 1987:28).
            Hegel mengawali proses dialektikanya dengan konsep yang paling abstrak yaitu “yang ada”. Sebagai pengertian umum “yang ada” ini harus dirumuskan lepas dari segala isi yang kongkrit. Ia adalah yang ada tanpa tambahan apapun. Oleh karenanya tidak mengungkapkan isi apapun dan tidak dirumuskan bagaimana. Hal ini disebut “tesis”. Dari tesis ini melahirkan “antitesis”. Sepanjang “yang ada” belum menerima penentuan lebih lanjut, belum dapat dikatakan bagaimana “yang ada” ini sama dengan “yang tidak ada”. Oleh karena itu sebagai hal yang tidak dapat dirumuskan bagaimana, “yang ada” itu sekaligus “yang tidak ada” yang berarti segi negatif dari “yang ada”. Demikianlah “yang ada” dan “yang tidak ada” mewujudkan dua ungkapan yang saling melengkapi bagi hal yang satu, yaitu “awal yang tidak dapat ditentukan bagaimana” itu adalah gerak, yaitu gerak yang memindahkan yang satu kepada yang lain, yang memindahkan “yang tidak ada” menjadi “yang ada”. Gerak dari “yang tidak ada” menuju “yang ada” ini disebut “menjadi” (Hadiwijono, 1980:102).
            Jikalau “yang ada” mewujudakan tesis dan “yang tidak ada” mewujudkan anti tesis, maka “menjadi” adalah sintesisnya. Sebab di dalam “menjadi” keduanya, “yang ada” dan “yang tidak ada” dipersatukan dalam daratan yang lebih tinggi. Apa yang sedang “menjadi” belum mencapai tujuannya. Sekalipun demikian apa yang sedang “menjadi” tidak dapat dikatakan bahwa itu “ yang tidak ada”. Penegertian “menjadi” melahirkan pengertian “yang dijadikan”. Dengan demikian “yang ada secara umum tadi karena “menjadi” dibatasi, berada sebagai “yang terbatas”. Adanya sesuatu yang terbatas mengandaikan adanya sesuatu “yang tidak terbatas”. Jadi tesis “menjadi” menimbulkan antitesis “yang dijadikan” yang kemudian mennghasilkan sintesis “yang tidak terbatas”. Demikianlah seterusnya (Hadiwijono, 1980:102).
            Sebagai contohnya mengenai dialektika dari Hegel ini adalah golongan yang satu menghendaki supaya negara menguasai agama. Pandangan ini mengandung didalamnya hal yang positif baik, yaitu bahwa ada kesatuan dan kekuasaan politik, sehingga tata tertib nasional menjadi terjamin. Segi negatifnya adalah bahwa kebebasan beragama ditiadakan. Agama harus tunduk kepada pemerintah. pandangan yang demikian itu membangkitkan reaksi, yang menghendaki supaya agama menguasai negara. Keuntungan pandangan ini yang mewujudkan segi postifnya ialah kebebasan beragama terjamin yang artinya agama dapat mengatur disri sesuai dengan hakekat dan sifat sifatnya. Akan tetapi segi negatifnya ialah adanya kemungkinan kebebasan beragama itu hanya untuk satu agama saja. Selain daripada itu kekuasaan negara tidak sama dengan kekuatan yang riil, sehingga tata tertib nasional dapat goyah. Jika kita melihat pandangan yang pertama adalah tesisnya, maka pandangan yang kedua adalah antitesisnya. Sintesis bagi kedua pendapat tersebut ialah pandangan yang menghendaki perpisahan diantara agama dan negara. Keduanya baik negara maupun agama harus diberi tugasnya sendiri di bidangnya sendiri sendiri. Segi positifnya dari pandangan yang ketiga ini adalah bahwa tatatertib nasional dapat terjamin, sedangkan kebebasan agama terjamin bagi semua agama. Baik kekuasaan maupun kekuatan politik berada ditangan yang sama. Sekalipun demikian hak agama dihormati, sedang hak agama tidak dicampurkan kedalam kepentingan politik.
            Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwasanya dalam tesis terdapat segi positif dan segi negatifnya, tetapi dalam tesis ini lebih banyak segi positifnya. Sedangkan pada antitesisnya juga terdapat segi positif dan segi negatifnya namun yang membedakan adalah jika dalam antitesisnya lebih banyak segi negatifnya dari pada segi positifnya jika dengan dibandingkan dengan segi positif atau negatif dari tesisnya. Dan kemudian pada sintesisnya semua unsur positif dari tesis maupun antitesis dipersatukan menjadi sebuah segi positif yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tesis maupun antitesisnya. Meskipun tidak menutp kemungkinan dalam sisntesis itu juga terdapt suatu kekurangan atau segi negatifnya namun hal itu bisa dikatakan sangat kecil jika dibanding segi negatif dari tesis dan antitesis. Misalnya saja perkara agama hanya menjadi perkara pribadi sehingga orang mudah kehilangan rasa tanggung jawab sosial dan lain sebagainya.
            Selain itu juga terdapat contoh yang lebih sederhana dalam kehidupan sehari hari. Contoh ini juga akan memaparkan tentang dialektika Hegel yang terdiri dari tesis, antitesis dan sintesis. Pertama kita mengatakan: “realitas adalah seorang paman”. Ini merupakan tesis. Namun keberadaan paman menyiratkan keponakan. Karena tiada yang betul betul eksis selain “yang mutlak”. Kita harus menyimpulkan “yang mutlak adalah seorang keponakan”. Ini merupakan sebuah antitesis. Namun ada keberatan yang sama dengan keberatan terhadap pandangan bahwa yang mutlak adalah paman.oleh karena itu, kita tergerak untuk memandang bahwa yang mutlak itu adalah keseluruhan antara paman dan keponakan. Ini merupakan sintesisnya. Namun sintesis ini masih bersifat mengecewakan, karenanya, kita tergerak memperluas keuniversalan kita dnegan memasukkan saudara, dengan istri ataupun suaminya. Dengan cara ini, begitulah hal ini dpandang kita dapat meneruskannya dengan kekuatan logika belaka, dari segala predikat yang tersirat dari “yang mutlak” sampai pada kesimpulan akhir yaitu “idea yang mutlak (absolute idea)”. Disepanjang keseluruhan proses ini, terdapat asumsi dasar bahwa tidak ada yang benar-benar nyata kecuali mengenai realitas sebagai keseluruhan.
            Jadi pada dasarnya proses gerak sejarah menurut Hegel adalah dialektis. Konsep-konsep yang digunakan pada kenyataan pada dasarnya adalah tidak lengkap, hanya sebuah kepingan saja yang berfungsi sementara. Kekurangan tersebut dapat dilacak dengan mengamati kontradiksi, kekurangan dan kepingan lain yang nampak jika kita menggunakan suatu konsep tersebut. Sesudah mengamati suatu kontradiksi dari sebuah konsep itu, barulah konsep itu akan diperhalus, yang dalam artian diperbaiki dari konsep awalnya. Jadi dialektik merupakan struktur logis dalam historis yang merangkaikan koreksi diri antara yang satu dengan yang lain, proses ini sebenarnya diarahkan oleh kontradiksi-kontradiksi yang terkandung dalam setiap tahap proses itu.

b)            Motor Penggerak Sejarah Menurut Filsafat Hegel
            Dalam filsafat Hegel, hegel mengemukakan bahwa motor penggerak dari sejarah atau segala kejadian di muka bumi ini adalah akal dimana terdapat ruh, ide atau budi. Telah disinggung bahwa menurut Hegel dialektika bersifat ontologis, bahwa proses gerak pemikiran adalah sama dengan proses gerak kenyataan. Oleh karena itu pengertian-pengertian, kategori-kategori sebenarnya bukanlah hukum-hukum pemikiran belaka, tetapi kenyataan-kenyataan, realita. Pengertian-pengertian dan kategori-kategori dan lain-lainnya itu, bukan hanya hal-hal yng menyusun pemikiran kita, tetapi semuanya itu adalah kerangka dunia yang artinya semuanya itu menggambarkan hakekat dunia dalam pemikiran.
            Sedangkan tentang teori Hegel  mengenai akal terdapat dalam pendahuluan The Philosophy of history yang isinya sebagai berikut:
       Seperti  Merkurius pemandu-jiwa, sebenarnya Idea itu pimpinan orang-orang dan pemimpin dunia; dan ruh, kemauan yang rasional dan niscaya dari pemandu itu, sedang dan telah terjadi pengarah peristiwa-peristiwa sejarah dunia. Dengan jasanya ini, mengenal Ruh merupakan tugas kita sekarang. ....
       Satu-satunya pikiran yang dibawa oleh filsafat ke dalam perenungan tentang sejarah adalah konsepsi sederhana tentang akal; bahwa akal adalah raja dunia; bahwa karenanya sejarah dunia menyampaikan suatu proses yang rasional kepada kita. Keyakinan dan intuisi  ini merupakan hipotesis di ranah sejarah seperti apa adanya. Di ranah filsafat ini bukan hipotesis. Disana terbukti oleh kognisi spekulatif bahwa akal dan istilah ini bisa mencukupi kita disini, tanpa penyelidikan tentang hubungan yang dilestarikan oleh alam semesta dengan yang berada Ilahi adalah Substansi, disamping sebagai Kekuasaan Yang Tak Terhingga; Material Tak Terhingga-nya  sendiri melandasi semua kehidupan alamiah dan rohaniah yang memunculkannya, sebangaimana Forma tak terhingga yang menentukan gerakan material  itu. Akal adalah Substansi alam semesta....
       Bahwa ‘Idea’ atau ‘akal’ ini adalah Yang Benar, Yang Abadi, esensial yang sangat kuat dan mutlak; bahwa ini mengungkap dengan sendirinya di dunia, dan bahwa di dunia itu, tiada lain  yang terungkap selain ini dan kehormatannya dan kemuliannya. Merupakan tesis yang, sebagaimana yang telaj kami sampaikan , sudah terbukti dalam filsafat, dan disini telah diperagakan . Dunia intelegensi dan kemauan sadar tidak dilepas menghadapi risiko, tetapi pasti memperlihatkan diri dengan sorotan Idea yang sadar diri, [Ini merupakan] hasil yang kebetulan saya ketahui, karena saya melintasi kesuluruhan lapangan itu.
            Dari kutipan tersebut jelas sekali bahwa Hegel sangat memuliakan akal, akal dianggapnya sebagai raja dunia dan sebagai penggerak dalam segala jenis peristiwa dalam dunia ini. Akal disebutnya sebagai substansi dari alam semesta. Selain itu hegel juga mengatakan bahwa akal adalah yang benar dan yang abadi dengan segala kemuliannya dan kehormatannya, dari pernyataan itu dapat sedikit tergambar bagaimana Hegel menomorsatukan akal dibandingkan dengan aspek yang lain misalkan saja peran tuhan dalam kehidupan.
            Sedangkan pandangan hegel menegenai ruh adalah Ruh, dan rangkaian perkembangannya, merupakan obyek substansial filsafat sejarah. Hakikat Ruh bisa dipahami dengan membandingkannya dengan oposisinya, yakni Materi. Esensi materi adalah gravitasi; esensi ruh adalah kebebasan. Materi adalah diluar dengan sendirinya, sedangkan Ruh mempunyai pusatnya dengan sendirinya, “Ruh adalah eksistensi yang swa-isi (self-contained).” Jika ini tidak jelas, definii berikut mungkin lebih terang:
Tetapi apakah Ruh itu?Ruh adalah yang tak terhingga, identitas murni yang senantiasa homogen yang pada tahap kedua memisah diri dari dirinya sendiri dan menjadikan aspek kedua kutub lawannya sendiri, yakni eksistensi untuk dan dalam diri bilamana dibandingkan dengan Yang Universal (Russel, 2007:959).
            Menurut Hegel seluruh proses dunia adalah suatu perkembangan roh. Sesuai dengan hukum dialektika roh meningkatkan diri, tahap demi tahap, menuju kepada Yang Mutlak. Sesuai dengan perkembangan Roh ini maka filsafat Hegel tiga tahapan yaitu:
a.       Tahap ketika Roh berada dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”. Ilmu filsafat yang membicarakan roh berada dalam keadaan ini disebut logika.
b.      Dalam tahap kedua roh berada dalam keadaan “berbeda dengan dirinya sendiri”, berbeda dengan “yang lain”. Roh disini keluar dari dirinya sendiri, menjadikan dirinya “diluar” dirinya dalam bentuk alam, yang terkait kepada ruang dan waktu. Ilmu filsafat yang membicarakan tahap ini disebutnya filsafat alam.
c.       Akhirnya tahap ketiga, yaitu tahap ketika roh kembali kepada dirinya sendiri yaitu kembali daripada berada di luar dirinya, sehingga Roh berada dalam keadaan “dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri”. Tahap ini menjadi sasaran filsafat roh.

Dari tahap tahap diatas digambarkan suatu perkembangan tentang roh menurut hegel. Roh juga berperan penting dalam sejarah ketika roh itu sampai pada tahapan yang ketiga dimana roh sudah kembali kepada dirinya dan berada dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri pada tahap inilah yang disebut dengan “yang mutlak” (Hadiwijono, 1980:101).
            Selain itu mengenai idea hegel mengemukakan Idea Yang Mutlak, yang padanya Logika Berujung. Ide ini diperkirakan merupakan pemikiran mengenai ide itu sendiri. Jelas, yang Mutlak tidak dapat memikirkan apa-apa selain memikirkan dirinya sendiri, karena tidak ada yang lain, kecuali pada pemahaman Realitas secara parsial dan keliru. Kita diberitahu bahwa Ruh (spirit) adalah satu-satunya realitas, dan bahwa pikirannya dipantulkan ke dalam dirinya sendiri oleh kesadaran diri. Kata-kata yang dipakai Hegel untuk mendefinisikan Idea Yang Mutlak sangat kabur. Wallace menerjemahkannya sebagai berikut:
            The Absolut Idea. The Idea, as unity of the Subjective dan Objective Idea, is the notion of the idea- a notion whose object (Gegenstad)  is the Idea as such, and wich the objective (Object) is Idea –an object wich embraces all characteristic in this unity.
            (Idea Yang Mutlak. Ide, sebagai kesatuan Idea Subjective dan Objektive, adalah suatu gagasan Idea-gagasan yang obyeknya adalah Idea seperti apa adanya, dan yang sasarannya adalah Idea-suatu obyek yang mencakup semua karakteristik dalam kesatuannya).

c)             Tujuan Gerak Sejarah menurut Filsafat Hegel
            Dalam filsafat Hegel, ia mengemukakan bahwa tujuan dari proses sejarah adalah sebuah kebebasan dalam menggunakan akal atau bisa dikatakan adalah kebebasan dalam berfikir. Pada dasarnya perkembangan Dalam perkembangan historis Ruh, terdapat tiga tahap: (1) Timur, (2) Yunani dan Romawi, (3) Jerman. Sejarah dunia adalah ketertiban kehendak alamiah yang tak terkontrol, yang mengubahnya menjadi ketaatan pada prinsip universal dan yang menganugerahkan kebebasan Subyektif. Dunia timur tahu, dari dulu hingga sekarang, bahwa yang bebas hanya Satu; dunia Romawi dan Yunani tahu bahwa yang bebas Beberapa; dunia Jerman tahu bahwa yang bebas Semuanya.” Orang mungkin mengira bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang tepat yang didalamnya semua orang bebas, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Tetapi monarkilah yang didalamnya semua orang bebas. Kata “Kebebasan” yang dipakai hegel ini terkait dengan pngertian yang sangat ganjil. Baginya tidak ada kebebasan tanpa hukum, tetapi ia cenderung mengubah ini, dan berpendapat bahwa dimana ada hukum disitu ada kebebasan. Dengan demikian, “kebebasan” bagi dia bermakna agak lebih luas daripada hak untuk mentaati hukum. Sebagaimana yang bisa diduga, ia menyerahkan peran tertinggi kepada bangsa Jerman dalam perkembangan terestial Ruh. “ Ruh Jerman adalah ruh dunia baru. Tujuannya adalah realisasi Kebenaran mutlak sebagai determinasi diri tak terbatas dari kebebasan yakni kebebasan yang mempunyai bentuk absolutnya sendiri, kebebasan itu sendiri sebagai tujuannya” (Russel, 2007:958).
            Selain penjelasan tersebut juga terdapat penjelasan lain mengenai proses dari perkembangan ruh secara historis juga dijelaskan pada buku Refleksi Tentang Sejarah karangan dari Ankersmit (1987:39) yaitu proses sejarah terbagi dalam tiga bagian yakni sejarah Timur, Yunani Romawi, dan Germania atau Eropa Barat. Pembagian ini didasarkan atas trias Hegel, yakni Roh Obyektif, roh Subyektif, dan roh Mutlak. Inilah struktur kedua. Dalam dunia timur, Roh belum sadar diri, manusia masih berada dalam keadaan alami sedangkan roh roh berkarya dan menyusun dalam obyektifitas(seperti misalnya hokum alam). Baru dalam dunia Yunani Romawi timbullah subyektifitas. Roh menempatkan diri diluar dan berhadapan dengan apa yang secara obyektif ada. Akan tetapi roh Subyektif semula kurang memahami kenyataan obyektif. Baru dengan munculnya roh Mutlak, didalam dunia Germania terjadi perukunan antara Subyektif dan Obyektif.  Kedua Trilogi ini berkaitan dengan Trilogi yang ketiga: dalam tahap roh Obyektif kenyataan social berpadanan dengan kenyataan alami. Seperti bend-benda dan hewan-hewan dalam kenyataan fisik dan biologis dikuasai oleh hokum-hukum fisik dan biologis yang universal, demikian juga dengan masyarakat manusia dalam tahap roh Obyektif. Tahap roh Mutlak ditandai oleh cirri universalitas, sedangkan dunia Yunani Romawi oleh Subyektifitas, artinya refleksi diri dan individualitas. Individualitas berhadapan dengan universalitas dan obyek tifitas. Tetapi sintesis antara universaliatas dan individualitas baru tercapai dalam dunia Germania dan disana terwujud dalam “das konkrete Universele”, seperti diistilahkan Hegel, yaitu Universalitas yang diindividualkan. Perkembangan dalam hubungan antara manusia dalam bidang pltik dan social, merupakan contoh bagaimana skema yang abstrak ini terwujud. Dalam dunia timur, menusia mengikat diri tanpa berpikir lebih mendalam, tanpa refleksi diri pada peraturan-peraturan yang berlaku di dalam masyarakatnya, sama seperti benda-benda dan hewan-hewan tunduk kepada hukum alam. Dalam tahap roh Subyektif (Yunani Romawi)  manusia mulai berpikir mengenai hubungan antara individu dan masyarakat atau Negara, namun belum tetu berhasil menemukan keseimbangan antara kedua kutub tersebut. Baru di dunia Germania, tahap “Universalitas yang konkret” terjadilah suatu bentuk masyarakat (monarki konstutional) yang sama-sama memperhatikan baik individu maupun masyarakat. Masalah mengenai hubungan antara individu dan masyarakat  adalah masalah yang paling pokok yang dihadapi manusia dalam perkembangan sejarahnya dipecahkan secara memuaskan.
            Selain itu Hegel juga menaruh perhatiannya terhadap negara, menurutnya Negara adalah sebuah perwujudan dari kebebasan. dalam The Philosophy of History dikatakan bahwa “Negara adalah kehidupan bermoral yang terwujud secara actual,” dan bahwa semua realitas spiritual yang dimiliki umat manusia, hanya bisa dimiliki melalui Negara.” Karena realitas spiritualnya tercapai lantaran Negara, maka esensinya sendiri “akal” hadir kepadanya secara obyektif. Maka baginya, Negara mempunya eksistensi obyektif. Karena kebenaran adalah kesatuan dari kehendak yang universal dan rasionalnya. Negara adalah Idea Illahi yang mewujud dibumi.”lagipula, “Negara adalah jelmaan kebebasan rasional, yang mewujudkan dan mengakui diri dalam bentuk yang obyektif. Negara adalah Idea Ruh dalam perwujudan eksternal Kehendak manusia dan kebebasannya.
           

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
  • Menurut hegel sejarah adalah perkembangan roh dalam waktu sedangkan alam adalah perkembangan Ide dalam ruang dasar inilah yang menjadi pedoman pemhaman tentang filsafat sejarah Hegel.sistem menyeluruh Hegel dibangun atas 3 unsur utama atau disebut the great triad yang terdiri dari Ide-Alam-Roh.

  • Pola atau irama gerak sejarah menurut Hegel adalah berbentuk dialektika / dialektis. Yaitu perpaduan pengiyaan (tesis) dengan pengingkaran (antitesis) yang kemudian menghasilkan kesatuan kontradiksi (sintesis).

  • Motor penggerak sejarah menurut Hegel adalah akal dimana terdapat ruh, ide atau budi.

  • Tujuan gerak sejarah menurut Hegel adalah ide yang absolut, kebebasan berpikir dan Eropa barat (Jerman)









DAFTAR PUSTAKA
Ankersmit, F.R. 1987. Refleksi Tentang Sejarah. Jakarta: Gramedia
Kartodirdjo, Sartono. 1990. Ungkapan-ungkapan Filsafat Sejarah Barat dan Timur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Filsafat Sejarah Barat 2. Yogyakarta: Yayasan Kanisus
www. Wikipedia.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar