BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Georg Wilhelm Friederick
Hegel atau biasa dikenal dengan Hegel lahir di stuttgart pada tahun 1770
saat era keemasan bangsa jerman. Ketertarikanya pada penulis- penulis Yunani,
plato dan Aristoteles yang membawanya untuk menekuni teologi di sekolah
Tubingen pada usia 18 tahun. Di tempat ini juga ia menaruh perhatian pada
hubungan antara filsafat dan teologi yang menjadi embrio dari Pemikiran Hegel
di kemudian hari.
Pemikiran Hegel lebih
menekankan pada hubungan filsafat sejarah yang mana ia banyak mengkaji tentang
berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya ’realitas mutlak’ atau ruh
mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan. Sehingga sangat mempengaruhi
dalam memandang sejarah secara global.hal ini terbukti saat dialektikanya mampu
memasukkan pertentangan didalam sejarah sehingga dapat mengalahkan dalil-dalil
yang bersifat statis.
Hegel dikenal sebagai
filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika
menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa
dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis
(kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empris
indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari kata-kata
sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis,
dan konseptual.
Filsafat Hegel dikenal
sebagai salah satu Filsafat yang sulit dipahami dan di mengerti karena Hegel
menggunakan Istilah-istilah yang terlalu teknis dan terkesan ekstrem. Disamping
itu, Hegel senang mengunakan hal-hal yang paradoks. Hegel yakin bahwa paradoks
adalah hukum realitas, sebagaimana hukum pemikiran. Ambisi Hegel adalah
menyusun suatu sistem filsafat sintesis. Kalau Aristoteles boleh disebut sebagai
filusuf yang berhasil menyintesiskan pemikiran-pemikiran Yunani dan Thomas
Aqinas melalui Summa Teologica nya yang berhasil menyatukan pengetahuan abad
pertengahan, maka Hegel berusaha pula menyatukan Ilmu dan Filsafat abad XIX.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana
biografi George Willem Frederich Hegel itu ?
- Bagaimana
filsafat sejarah menurut Hegel ?
1.3 Tujuan
1.Untuk
pemenuhan tugas mata kuliah Filsafat Sejarah.
2.Untuk mengetahui biografi serta pandangan Hegel mengenai
filsafat sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi G.W.F. Hegel
Hegel
memiliki nama lengkap George Wilhem Frederich Hegel. Ia lahir tanggal 27
Agustus 1770 di Stuttgart, dan meninggal pada tanggal 14 November 1831.
Di masa kecilnya, ia sering membaca literatur, surat kabar, esai filsafat, dan
tulisan-tulisan tentang berbagai topik lainnya. Masa kanak-kanaknya yang rajin
membaca mungkin disebabkan oleh ibunya yang luar biasa progresif dan
aktif mengasuh perkembangan intelektual anak-anaknya. Keluarga Hegel adalah
sebuah keluarga kelas menengah yang mapan di Stuttgart.
Ayahnya seorang pegawai negeri dalam
administrasi pemerintahan diWürttemberg. Hegel
adalah seorang anak yang sakit-sakitan dan hampir meninggal dunia karena cacar sebelum
mencapai usia enam tahun.
Memasuki masa mudanya
Hegel menempuh Pendidikan filsafat dan teologi di Universitas Tubingen. Waktu
itu di Universitas ini ada dua pemikir yang dikenal sebagai tokoh gerakan
romantisme, yaitu Frederich Hordelrin dan Schelling. Memalui kedua tokoh inilah
Hegel sangat berantusias mendiskusikan Filsafat Rousseau, Schiller, dan Kant.
Dari Tubingen pindah ke Swittzerland dan kemudian memperdalam ilmu filsafatnya
lagi di Frankfrut.
Karena itu Hegel
merupakan Filosof Idealis berlatar belakang teolog. Karir akademik Hegel
dimulai tahun 1801 yakni sebagai tenaga pengajar pada universitas Jerla.
Disinilah ia memulai babak baru dalam bersentuhan dengan filsafat secara
intens. Pada tahap awal di universitas ini ,ia masih dalam banyang-bayang nama
besar Fitche dan Schelling yang saat itu sudah sangat terkenal sebagai seorang
Filusuf dan sudah menghasilkan karya yang ber judul “Difference between
The Philosophical Systems Of Fitche and Schelling”.
Namun berkat kerja
kerasnya Hegel dapat mempertegas jadi dirinya sebagai Filusuf Independen yang
jelas perbedaannya dengan Schelling, lewat keberhasilan Hegel menulis sebuah
karya yang diterbitkan dalam buku yang berjudul “ The Phonomenology of Spirit”
pada tahun 1907. Karier akademiknya juga menanjak setelah diangkat menjadi Profesor
tahun 1818 dan mengeser peran Scelling yang dulunya adalah Profesor di berlin.
Kesibukan dalam dunia
akademik setelah diangkat menjadi seorang Profesor tidak mengurangi
produktivitasnya dalam bidang keilmuan. Terbukti Hegel masih mampu menulis dan
menerbitkan beberpaka karyanya yang terkenal di antaranya “The Encyclopedia Of
Philosophical Science (1817)”, “Aesthetics : The Pilosophy Of History, The
Science Of Logic (1812-1816), “The Pilosophy Of Right and Law (1821), “The
History Of Pilosophy dan Politik Essays.
Hegel meninggal tanggal
14 November 1831 kerena terkena penyakit Kolera. Pada masa itu pengaruh dari
pemikiran Hegel meluas keseluruh penjuru Jerman dan menepati posisi puncak
dalam dunia filsafat jerman. pengaruhnya didapat berkat pembuktian dan
pengabdianya yang tanpa kompromi untuk memurnikan pemikiran, yang dipadu dengan
kemampuanya menyusun ruang lingkup dan jalan dialetikanya.
2.2 Filsafat
Sejarah menurut Hegel
George Wilhelm Friedrich Hegel adalah seorang tokoh besar dalam idealisme
Jerman. Ia merupakan salah satu tokoh filsafat spekulatif yang terkenal. Ia
belajar filsafat dan teologi di Tubingen. Kemudian ia menjadi seorang dosen
pribadi di Jena. Setelah itu baru ia menjadi dosen filsafat. Pada saat Jena
dikuasai oleh Napoleon dalam pertempuran di Jena itu, Hegel pergi ke Nuremberg.
Sehari sebelum pertempuran di Jena, ia menyatakan bahwa ia telah menyelesaikan
karyanya yang berjudul “Phenomenology of
Mind”. Setelah itu ia menjadi profesor di Heidelberg (1816-1818) dan
kemudian pindah ke berlin sampai ia meninggal.
Dalam kehidupan masa mudanya, ia tertarik dengan
“mistisisme” dan pandangannya sedikit banyak sebagai intelektualisasi terhadap
apa yang mulanya tampak pada wawasan mistik. Dari minat awalnya terhadap
mistisisme, ia mempertahankan keyakinan kepada ketidaknyataan bagian dunia
dalam pandangannya, bukan kumpulan unit keras entah atom atau jiwa yang
masing-masing berdiri sendiri. Kemandirian benda yang terbatas dan tampak jelas
itu dianggapnya sebagai sebuah ilusi, dia berkata “tiada yang sungguh nyata
kecuali “keseluruhan”, bukan sebgai substansi sederhana melainkan sebagai
sejenis sistem rumit yang sebaiknya disebut organisme. Benda-benda di dunia ini
yang tampak jelas terpisah yang menyusun dunia ini bukanlah sekedar ilusi,
melainkan masing masing memiliki tingkat realitas yang lebih besar atau lebih
kecil dan realitas tersebut tercapai lantaran suatu aspek dari “keseluruhan”
yang akan terlihat jika dipandang dengan benar.
Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional dan
yang rasional adalah yang nyata. Tetapi ketika ia mengatakan hal ini ia tidak
memaksudkan “yang nyata” itu sebagai apa yang menurut para empirisis dipandang
nyata. Ia mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi empirisis terlihat
sebagai fakta baginya adalah tidak rasional, baru ketika karakter yang terlihat
pada fakta itu dijelmakan dengan memandang karakter-karakter itu sebagai
aspek-aspek dari keseluruhan barulah fakta itu terlihat rasional. Meskipun
begitu, identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tetntu
menimbulkan beberapa kepuasan yang tak bisa dipisahkan dari keyakinan bahwa”apa
saja yang berada adalah yang benar”. “keseluruhan” itu, dengan segala
kerumitannya, oleh Hegel disebut “yang Mutlak”. Terdapat dua hal yang
membedakan Hegel berebeda dengan orang-orang yang memiliki pandangan metafisis
yang kurang lebih mirip dengannya. Salah satunya adalah penekanannya pada
logika atau akal, Hegel memandang bahwa hakikat realitas bisa dideduksi dari
pertimbangan tunggal bahwa realitas seharusnya tidak kontradiktif diri.
Kemudian corak pembeda lainnya adalah gerakan tri tunggal yang disebut
“dialektik”.
Berikut ini merupakan pembahasan mengenai tiga pertanyaan
khusus dalam filsafat spekulatif yaitu tentang irama atau pola gerak sejarah
kemudian tentang motor penggerak sejarah itu serta yang terahir yaitu tentang
tujuan dari proses sejarah itu. Tentunya pembahasan dibawah ini berdasarkan
filsafat dari George Wilhelm Friedrich Hegel.
a)
Pola atau Irama sejarah menurut Hegel
Dalam filsafat sejarah Hegel, ia mengemukakan bahwa
proses sejarah merupakan suatu perwujudan dari akal. Dalam filsafatnya, Hegel
mengemukakan tentang “dialektisitas” atau skema dialektis yang kemudian dapat
kita simpulkan sebagai pola atau irama gerak sejarah menurut Hegel ini sendiri.
Dialektika atau dialektis merupakan susunan logis yang
menunjukkan bagaimana dalam perkembangan proses sejarah itu identifikasi diri
roh atau budi terjadi. Dialektika Hegel bukanlah suatu dialektika yang terwujud
dalam ungkapan-ungkapan melainkan dalam pengertian konsep-konsep sebagai sarana
yang membantu kita bila berbicara mengenai kenyataan. Dasar dari dialektika
Hegel ini ialah penyangkalan dari setiap penegasan, yaitu setiap kali kita
mengatakan sesuatu mengenai sebuah hal, kita sekaligus mengatakan barang itu
bukan ini atau itu misalnya saja “mesin tik ini adalah alat untuk mengetik
huruf huruf, jadi bukan alat untuk menghitung”. Gagasan ini diterapkan Hegel
pada konsep konsep seperti contoh tersebut. Setiap konsep menimbulkan konsep
yang berlawanan, setiap pengertian seolah olah tercermin dalam lawannya. Kunci
dari dialektika Hegel ini adalah ialah konsep itu memperhalus pengertian mengenai
dirinya karena bercermin pada Anderseinnya
dan dengan demikian konsep yang pertama itu dapat diperbaiki. Hegel dalam
dialektikanya selalu secara positif berbicara mengenai negasi atau
penyangkalan, sedangkan kepositifan sebaliknya menunjukkan tak adanya
perkembangan, kemandegan menjadi beku dan fosil (Ankersmit, 1987:28).
Hegel mengawali proses dialektikanya dengan konsep yang
paling abstrak yaitu “yang ada”. Sebagai pengertian umum “yang ada” ini harus
dirumuskan lepas dari segala isi yang kongkrit. Ia adalah yang ada tanpa
tambahan apapun. Oleh karenanya tidak mengungkapkan isi apapun dan tidak
dirumuskan bagaimana. Hal ini disebut “tesis”. Dari tesis ini melahirkan
“antitesis”. Sepanjang “yang ada” belum menerima penentuan lebih lanjut, belum
dapat dikatakan bagaimana “yang ada” ini sama dengan “yang tidak ada”. Oleh
karena itu sebagai hal yang tidak dapat dirumuskan bagaimana, “yang ada” itu
sekaligus “yang tidak ada” yang berarti segi negatif dari “yang ada”.
Demikianlah “yang ada” dan “yang tidak ada” mewujudkan dua ungkapan yang saling
melengkapi bagi hal yang satu, yaitu “awal yang tidak dapat ditentukan
bagaimana” itu adalah gerak, yaitu gerak yang memindahkan yang satu kepada yang
lain, yang memindahkan “yang tidak ada” menjadi “yang ada”. Gerak dari “yang
tidak ada” menuju “yang ada” ini disebut “menjadi” (Hadiwijono, 1980:102).
Jikalau “yang ada” mewujudakan tesis dan “yang tidak ada”
mewujudkan anti tesis, maka “menjadi” adalah sintesisnya. Sebab di dalam
“menjadi” keduanya, “yang ada” dan “yang tidak ada” dipersatukan dalam daratan
yang lebih tinggi. Apa yang sedang “menjadi” belum mencapai tujuannya.
Sekalipun demikian apa yang sedang “menjadi” tidak dapat dikatakan bahwa itu “
yang tidak ada”. Penegertian “menjadi” melahirkan pengertian “yang dijadikan”.
Dengan demikian “yang ada secara umum tadi karena “menjadi” dibatasi, berada
sebagai “yang terbatas”. Adanya sesuatu yang terbatas mengandaikan adanya
sesuatu “yang tidak terbatas”. Jadi tesis “menjadi” menimbulkan antitesis “yang
dijadikan” yang kemudian mennghasilkan sintesis “yang tidak terbatas”.
Demikianlah seterusnya (Hadiwijono, 1980:102).
Sebagai contohnya mengenai dialektika dari Hegel ini
adalah golongan yang satu menghendaki supaya negara menguasai agama. Pandangan
ini mengandung didalamnya hal yang positif baik, yaitu bahwa ada kesatuan dan
kekuasaan politik, sehingga tata tertib nasional menjadi terjamin. Segi
negatifnya adalah bahwa kebebasan beragama ditiadakan. Agama harus tunduk
kepada pemerintah. pandangan yang demikian itu membangkitkan reaksi, yang
menghendaki supaya agama menguasai negara. Keuntungan pandangan ini yang mewujudkan
segi postifnya ialah kebebasan beragama terjamin yang artinya agama dapat
mengatur disri sesuai dengan hakekat dan sifat sifatnya. Akan tetapi segi
negatifnya ialah adanya kemungkinan kebebasan beragama itu hanya untuk satu
agama saja. Selain daripada itu kekuasaan negara tidak sama dengan kekuatan
yang riil, sehingga tata tertib nasional dapat goyah. Jika kita melihat
pandangan yang pertama adalah tesisnya, maka pandangan yang kedua adalah
antitesisnya. Sintesis bagi kedua pendapat tersebut ialah pandangan yang
menghendaki perpisahan diantara agama dan negara. Keduanya baik negara maupun
agama harus diberi tugasnya sendiri di bidangnya sendiri sendiri. Segi
positifnya dari pandangan yang ketiga ini adalah bahwa tatatertib nasional
dapat terjamin, sedangkan kebebasan agama terjamin bagi semua agama. Baik
kekuasaan maupun kekuatan politik berada ditangan yang sama. Sekalipun demikian
hak agama dihormati, sedang hak agama tidak dicampurkan kedalam kepentingan
politik.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwasanya dalam
tesis terdapat segi positif dan segi negatifnya, tetapi dalam tesis ini lebih
banyak segi positifnya. Sedangkan pada antitesisnya juga terdapat segi positif
dan segi negatifnya namun yang membedakan adalah jika dalam antitesisnya lebih
banyak segi negatifnya dari pada segi positifnya jika dengan dibandingkan
dengan segi positif atau negatif dari tesisnya. Dan kemudian pada sintesisnya
semua unsur positif dari tesis maupun antitesis dipersatukan menjadi sebuah
segi positif yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tesis maupun antitesisnya. Meskipun tidak menutp kemungkinan dalam
sisntesis itu juga terdapt suatu kekurangan atau segi negatifnya namun hal itu
bisa dikatakan sangat kecil jika dibanding segi negatif dari tesis dan
antitesis. Misalnya saja perkara agama hanya menjadi perkara pribadi sehingga
orang mudah kehilangan rasa tanggung jawab sosial dan lain sebagainya.
Selain itu juga terdapat contoh yang lebih sederhana
dalam kehidupan sehari hari. Contoh ini juga akan memaparkan tentang dialektika
Hegel yang terdiri dari tesis, antitesis dan sintesis. Pertama kita mengatakan:
“realitas adalah seorang paman”. Ini merupakan tesis. Namun keberadaan paman
menyiratkan keponakan. Karena tiada yang betul betul eksis selain “yang
mutlak”. Kita harus menyimpulkan “yang mutlak adalah seorang keponakan”. Ini
merupakan sebuah antitesis. Namun ada keberatan yang sama dengan keberatan
terhadap pandangan bahwa yang mutlak adalah paman.oleh karena itu, kita
tergerak untuk memandang bahwa yang mutlak itu adalah keseluruhan antara paman
dan keponakan. Ini merupakan sintesisnya. Namun sintesis ini masih bersifat
mengecewakan, karenanya, kita tergerak memperluas keuniversalan kita dnegan
memasukkan saudara, dengan istri ataupun suaminya. Dengan cara ini, begitulah
hal ini dpandang kita dapat meneruskannya dengan kekuatan logika belaka, dari
segala predikat yang tersirat dari “yang mutlak” sampai pada kesimpulan akhir
yaitu “idea yang mutlak (absolute idea)”. Disepanjang keseluruhan proses ini,
terdapat asumsi dasar bahwa tidak ada yang benar-benar nyata kecuali mengenai
realitas sebagai keseluruhan.
Jadi pada dasarnya proses gerak sejarah menurut Hegel
adalah dialektis. Konsep-konsep yang digunakan pada kenyataan pada dasarnya
adalah tidak lengkap, hanya sebuah kepingan saja yang berfungsi sementara.
Kekurangan tersebut dapat dilacak dengan mengamati kontradiksi, kekurangan dan
kepingan lain yang nampak jika kita menggunakan suatu konsep tersebut. Sesudah
mengamati suatu kontradiksi dari sebuah konsep itu, barulah konsep itu akan
diperhalus, yang dalam artian diperbaiki dari konsep awalnya. Jadi dialektik
merupakan struktur logis dalam historis yang merangkaikan koreksi diri antara
yang satu dengan yang lain, proses ini sebenarnya diarahkan oleh
kontradiksi-kontradiksi yang terkandung dalam setiap tahap proses itu.
b)
Motor Penggerak Sejarah Menurut Filsafat Hegel
Dalam filsafat Hegel, hegel
mengemukakan bahwa motor penggerak dari sejarah atau segala kejadian di muka
bumi ini adalah akal dimana terdapat ruh, ide atau budi. Telah disinggung bahwa
menurut Hegel dialektika bersifat ontologis, bahwa proses gerak pemikiran
adalah sama dengan proses gerak kenyataan. Oleh karena itu
pengertian-pengertian, kategori-kategori sebenarnya bukanlah hukum-hukum
pemikiran belaka, tetapi kenyataan-kenyataan, realita. Pengertian-pengertian
dan kategori-kategori dan lain-lainnya itu, bukan hanya hal-hal yng menyusun
pemikiran kita, tetapi semuanya itu adalah kerangka dunia yang artinya semuanya
itu menggambarkan hakekat dunia dalam pemikiran.
Sedangkan tentang teori
Hegel mengenai akal terdapat dalam
pendahuluan The Philosophy of history yang isinya sebagai berikut:
Seperti
Merkurius pemandu-jiwa, sebenarnya Idea itu pimpinan orang-orang dan
pemimpin dunia; dan ruh, kemauan yang rasional dan niscaya dari pemandu itu,
sedang dan telah terjadi pengarah peristiwa-peristiwa sejarah dunia. Dengan
jasanya ini, mengenal Ruh merupakan tugas kita sekarang. ....
Satu-satunya pikiran yang dibawa oleh
filsafat ke dalam perenungan tentang sejarah adalah konsepsi sederhana tentang
akal; bahwa akal adalah raja dunia; bahwa karenanya sejarah dunia menyampaikan
suatu proses yang rasional kepada kita. Keyakinan dan intuisi ini merupakan hipotesis di ranah sejarah
seperti apa adanya. Di ranah filsafat ini bukan hipotesis. Disana terbukti oleh
kognisi spekulatif bahwa akal dan istilah ini bisa mencukupi kita disini, tanpa
penyelidikan tentang hubungan yang dilestarikan oleh alam semesta dengan yang
berada Ilahi adalah Substansi, disamping sebagai Kekuasaan Yang Tak Terhingga;
Material Tak Terhingga-nya sendiri
melandasi semua kehidupan alamiah dan rohaniah yang memunculkannya,
sebangaimana Forma tak terhingga yang menentukan gerakan material itu. Akal adalah Substansi alam semesta....
Bahwa ‘Idea’ atau ‘akal’ ini adalah Yang
Benar, Yang Abadi, esensial yang sangat kuat dan mutlak; bahwa ini mengungkap
dengan sendirinya di dunia, dan bahwa di dunia itu, tiada lain yang terungkap selain ini dan kehormatannya
dan kemuliannya. Merupakan tesis yang, sebagaimana yang telaj kami sampaikan ,
sudah terbukti dalam filsafat, dan disini telah diperagakan . Dunia intelegensi
dan kemauan sadar tidak dilepas menghadapi risiko, tetapi pasti memperlihatkan
diri dengan sorotan Idea yang sadar diri, [Ini merupakan] hasil yang kebetulan
saya ketahui, karena saya melintasi kesuluruhan lapangan itu.
Dari kutipan tersebut jelas sekali bahwa Hegel sangat
memuliakan akal, akal dianggapnya sebagai raja dunia dan sebagai penggerak
dalam segala jenis peristiwa dalam dunia ini. Akal disebutnya sebagai substansi
dari alam semesta. Selain itu hegel juga mengatakan bahwa akal adalah yang
benar dan yang abadi dengan segala kemuliannya dan kehormatannya, dari
pernyataan itu dapat sedikit tergambar bagaimana Hegel menomorsatukan akal
dibandingkan dengan aspek yang lain misalkan saja peran tuhan dalam kehidupan.
Sedangkan pandangan hegel menegenai ruh adalah Ruh, dan
rangkaian perkembangannya, merupakan obyek substansial filsafat sejarah.
Hakikat Ruh bisa dipahami dengan membandingkannya dengan oposisinya, yakni
Materi. Esensi materi adalah gravitasi; esensi ruh adalah kebebasan. Materi
adalah diluar dengan sendirinya, sedangkan Ruh mempunyai pusatnya dengan
sendirinya, “Ruh adalah eksistensi yang swa-isi (self-contained).” Jika ini tidak jelas, definii berikut mungkin
lebih terang:
Tetapi
apakah Ruh itu?Ruh adalah yang tak terhingga, identitas murni yang senantiasa
homogen yang pada tahap kedua memisah diri dari dirinya sendiri dan menjadikan
aspek kedua kutub lawannya sendiri, yakni eksistensi untuk dan dalam diri
bilamana dibandingkan dengan Yang Universal (Russel, 2007:959).
Menurut Hegel seluruh proses dunia adalah suatu
perkembangan roh. Sesuai dengan hukum dialektika roh meningkatkan diri, tahap
demi tahap, menuju kepada Yang Mutlak. Sesuai dengan perkembangan Roh ini maka
filsafat Hegel tiga tahapan yaitu:
a.
Tahap
ketika Roh berada dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”. Ilmu filsafat yang
membicarakan roh berada dalam keadaan ini disebut logika.
b.
Dalam tahap
kedua roh berada dalam keadaan “berbeda dengan dirinya sendiri”, berbeda dengan
“yang lain”. Roh disini keluar dari dirinya sendiri, menjadikan dirinya
“diluar” dirinya dalam bentuk alam, yang terkait kepada ruang dan waktu. Ilmu
filsafat yang membicarakan tahap ini disebutnya filsafat alam.
c.
Akhirnya
tahap ketiga, yaitu tahap ketika roh kembali kepada dirinya sendiri yaitu
kembali daripada berada di luar dirinya, sehingga Roh berada dalam keadaan
“dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri”. Tahap ini menjadi sasaran filsafat
roh.
Dari tahap
tahap diatas digambarkan suatu perkembangan tentang roh menurut hegel. Roh juga
berperan penting dalam sejarah ketika roh itu sampai pada tahapan yang ketiga
dimana roh sudah kembali kepada dirinya dan berada dalam dirinya dan bagi
dirinya sendiri pada tahap inilah yang disebut dengan “yang mutlak” (Hadiwijono, 1980:101).
Selain itu
mengenai idea hegel mengemukakan Idea Yang Mutlak, yang padanya Logika
Berujung. Ide ini diperkirakan merupakan pemikiran mengenai ide itu sendiri.
Jelas, yang Mutlak tidak dapat memikirkan apa-apa selain memikirkan dirinya
sendiri, karena tidak ada yang lain, kecuali pada pemahaman Realitas secara
parsial dan keliru. Kita diberitahu bahwa Ruh (spirit) adalah satu-satunya
realitas, dan bahwa pikirannya dipantulkan ke dalam dirinya sendiri oleh
kesadaran diri. Kata-kata yang dipakai Hegel untuk mendefinisikan Idea Yang
Mutlak sangat kabur. Wallace menerjemahkannya sebagai berikut:
The Absolut Idea. The Idea, as unity of the
Subjective dan Objective Idea, is the notion of the idea- a notion whose object
(Gegenstad) is the Idea as such, and
wich the objective (Object) is Idea –an object wich embraces all characteristic
in this unity.
(Idea Yang Mutlak. Ide, sebagai kesatuan Idea Subjective
dan Objektive, adalah suatu gagasan Idea-gagasan yang obyeknya adalah Idea
seperti apa adanya, dan yang sasarannya adalah Idea-suatu obyek yang mencakup
semua karakteristik dalam kesatuannya).
c)
Tujuan Gerak Sejarah menurut Filsafat Hegel
Dalam filsafat Hegel, ia mengemukakan bahwa tujuan dari
proses sejarah adalah sebuah kebebasan dalam menggunakan akal atau bisa
dikatakan adalah kebebasan dalam berfikir. Pada dasarnya perkembangan Dalam
perkembangan historis Ruh, terdapat tiga tahap: (1) Timur, (2) Yunani dan
Romawi, (3) Jerman. Sejarah dunia adalah ketertiban kehendak alamiah yang tak
terkontrol, yang mengubahnya menjadi ketaatan pada prinsip universal dan yang
menganugerahkan kebebasan Subyektif. Dunia timur tahu, dari dulu hingga
sekarang, bahwa yang bebas hanya Satu; dunia Romawi dan Yunani tahu bahwa yang
bebas Beberapa; dunia Jerman tahu bahwa yang bebas Semuanya.” Orang mungkin
mengira bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang tepat yang
didalamnya semua orang bebas, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Tetapi
monarkilah yang didalamnya semua orang bebas. Kata “Kebebasan” yang dipakai
hegel ini terkait dengan pngertian yang sangat ganjil. Baginya tidak ada
kebebasan tanpa hukum, tetapi ia cenderung mengubah ini, dan berpendapat bahwa
dimana ada hukum disitu ada kebebasan. Dengan demikian, “kebebasan” bagi dia
bermakna agak lebih luas daripada hak untuk mentaati hukum. Sebagaimana yang
bisa diduga, ia menyerahkan peran tertinggi kepada bangsa Jerman dalam
perkembangan terestial Ruh. “ Ruh Jerman adalah ruh dunia baru. Tujuannya
adalah realisasi Kebenaran mutlak sebagai determinasi diri tak terbatas dari
kebebasan yakni kebebasan yang mempunyai bentuk absolutnya sendiri, kebebasan
itu sendiri sebagai tujuannya” (Russel, 2007:958).
Selain
penjelasan tersebut juga terdapat penjelasan lain mengenai proses dari
perkembangan ruh secara historis juga dijelaskan pada buku Refleksi Tentang
Sejarah karangan dari Ankersmit (1987:39) yaitu proses sejarah terbagi dalam
tiga bagian yakni sejarah Timur, Yunani Romawi, dan Germania atau Eropa Barat. Pembagian ini didasarkan atas trias Hegel, yakni Roh Obyektif, roh
Subyektif, dan roh Mutlak. Inilah struktur kedua. Dalam dunia timur, Roh belum
sadar diri, manusia masih berada dalam keadaan alami sedangkan roh roh berkarya
dan menyusun dalam obyektifitas(seperti misalnya hokum alam). Baru dalam dunia
Yunani Romawi timbullah subyektifitas. Roh menempatkan diri diluar dan
berhadapan dengan apa yang secara obyektif ada. Akan tetapi roh Subyektif
semula kurang memahami kenyataan obyektif. Baru dengan munculnya roh Mutlak,
didalam dunia Germania terjadi perukunan antara Subyektif dan Obyektif. Kedua Trilogi ini berkaitan dengan Trilogi
yang ketiga: dalam tahap roh Obyektif kenyataan social berpadanan dengan
kenyataan alami. Seperti bend-benda dan hewan-hewan dalam kenyataan fisik dan
biologis dikuasai oleh hokum-hukum fisik dan biologis yang universal, demikian
juga dengan masyarakat manusia dalam tahap roh Obyektif. Tahap roh Mutlak
ditandai oleh cirri universalitas, sedangkan dunia Yunani Romawi oleh
Subyektifitas, artinya refleksi diri dan individualitas. Individualitas
berhadapan dengan universalitas dan obyek tifitas. Tetapi sintesis antara
universaliatas dan individualitas baru tercapai dalam dunia Germania dan disana
terwujud dalam “das konkrete Universele”, seperti diistilahkan Hegel, yaitu
Universalitas yang diindividualkan. Perkembangan dalam hubungan antara manusia
dalam bidang pltik dan social, merupakan contoh bagaimana skema yang abstrak
ini terwujud. Dalam dunia timur, menusia mengikat diri tanpa berpikir lebih
mendalam, tanpa refleksi diri pada peraturan-peraturan yang berlaku di dalam
masyarakatnya, sama seperti benda-benda dan hewan-hewan tunduk kepada hukum
alam. Dalam tahap roh Subyektif (Yunani Romawi)
manusia mulai berpikir mengenai hubungan antara individu dan masyarakat
atau Negara, namun belum tetu berhasil menemukan keseimbangan antara kedua
kutub tersebut. Baru di dunia Germania, tahap “Universalitas yang konkret”
terjadilah suatu bentuk masyarakat (monarki konstutional) yang sama-sama
memperhatikan baik individu maupun masyarakat. Masalah mengenai hubungan antara
individu dan masyarakat adalah masalah
yang paling pokok yang dihadapi manusia dalam perkembangan sejarahnya
dipecahkan secara memuaskan.
Selain itu Hegel
juga menaruh perhatiannya terhadap negara, menurutnya Negara adalah sebuah
perwujudan dari kebebasan. dalam The
Philosophy of History dikatakan bahwa “Negara adalah kehidupan bermoral
yang terwujud secara actual,” dan bahwa semua realitas spiritual yang dimiliki
umat manusia, hanya bisa dimiliki melalui Negara.” Karena realitas spiritualnya
tercapai lantaran Negara, maka esensinya sendiri “akal” hadir kepadanya secara
obyektif. Maka baginya, Negara mempunya eksistensi obyektif. Karena kebenaran
adalah kesatuan dari kehendak yang universal dan rasionalnya. Negara adalah
Idea Illahi yang mewujud dibumi.”lagipula, “Negara adalah jelmaan kebebasan
rasional, yang mewujudkan dan mengakui diri dalam bentuk yang obyektif. Negara
adalah Idea Ruh dalam perwujudan eksternal Kehendak manusia dan kebebasannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Menurut
hegel sejarah adalah perkembangan roh dalam waktu sedangkan alam adalah
perkembangan Ide dalam ruang dasar inilah yang menjadi pedoman pemhaman
tentang filsafat sejarah Hegel.sistem menyeluruh Hegel dibangun atas 3
unsur utama atau disebut the great triad yang terdiri
dari Ide-Alam-Roh.
- Pola
atau irama gerak sejarah menurut Hegel adalah berbentuk dialektika /
dialektis. Yaitu perpaduan pengiyaan (tesis) dengan pengingkaran
(antitesis) yang kemudian menghasilkan kesatuan kontradiksi (sintesis).
- Motor
penggerak sejarah menurut Hegel adalah akal
dimana terdapat ruh, ide atau budi.
- Tujuan gerak sejarah menurut Hegel adalah ide
yang absolut, kebebasan berpikir dan Eropa barat (Jerman)
DAFTAR
PUSTAKA
Ankersmit, F.R. 1987. Refleksi
Tentang Sejarah. Jakarta: Gramedia
Kartodirdjo, Sartono. 1990. Ungkapan-ungkapan
Filsafat Sejarah Barat dan Timur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Filsafat Sejarah Barat 2.
Yogyakarta: Yayasan Kanisus
www. Wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar